Jumat, 11 Maret 2011

Makalah manusia tentang jasmani, rohani dan akal

I. KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadiran Allah swt karena berkat rahmatnyalah tugas makalah tentang pemikiran akal, jasmani dan rohani dapat diselesaikan insyaAllah dengan baik.
Terima kasih kepada Bapak Andi Tenrisukki Tenriajeng yang telah memberikan  saya kesempatan membuat tugas untuk membuat makalah ini dalam bidang study yang Bapak berikan yaitu “Ilmu Budaya Dasar” yang mana merupakan salah satu mata pelajaran “Soft Skill”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembacanya. Terima Kasih. Wassalam

Bogor, 12 Maret 2011
                                                                                                             Penyusun

Rheza Andriansyah

II. DAFTAR ISI
I.                    KATA PENGANTAR...................................................................1
II.                  DAFTAR ISI.................................................................................1
III.                PENDAHULUAN........................................................................2
Latar belakang................................................................................2
Tujuan............................................................................................2
IV.                PEMBAHASAN..............................................................3,4,5,6,7
V.                  KESIMPULAN...........................................................................7
VI.                DAFTAR PUSTAKA..................................................................7


III. PENDAHULUAN
Latar Belakang
     Manusia Tidak bisa terlepas dari tiga bagian utamanya yaitu jasmani, rohani dan akal. Tuhan Menciptakan ketiga hal tersebut dengan suatu tujuan yaitu: jasmani, bagaimana kita bisa melakukan sesuatunya tanpa adanya tubuh maka sayangilah tubuh kita ini, agar sehat selalu. Akal, ini adalah perbedaan terbesar Manusia dengan makhluk lain, mha adil Tuhan memberikan kita semua akal budi untuk berpikir, menghasilkan budaya, hukum dll tapi di samping akal ada yang namanya rohani yang juga menjadi salah satu perbedaan juga antara manusia dengan makhluk lain, bayangkan bila manusia tidak mempunyai suatu agama sebagai kepercayaan mereka, memang sebagian ada orang yang tidak percaya terhadap Tuhan tapi bisa kita lihat bagaimana cara berperilaku orang-orang seperti itu.
    Manusia adalah makhluk sosial yang berarti setiap manusia membutuhkan bantuan dari manusia lain untuk bertahan hidup, tetapi di samping makhluk sosial manusia juga makhluk individu yang mana manusia selalu melakukan tindakan-tindakan yang diinginkannya, manusia juga memiliki kelebihan tersendiri yang belum tentu manusia lain memilikinya, begitu juga sebaliknya

Tujuan
-          Mempelajari jasmani, rohani dan akal budi pada manusia
-          Mendalami hal-hal tersebut pada diri kita sendiri
-          Memberikan moivasi untuk menjadi manusia yang lebih baik

2


IV. PEMBAHASAN
Manusia seutuhnya adalah sebuah matriks yang mempunyai akal, jasmani dan rohani. Pemahaman terhadapnya memerlukan pendekatan multi dimensional dengan tidak melupakan kodratnya sebagai mahluk pribadi dan sosial. Melalui akalnya manusia dapat menciptakan dan mengembangkan teknologi, lewat jasmaninya manusia dapat menerapkan dan merasakan kemudahan yang diperolehnya dari teknologi tersebut sedangkan melalui rohani terciptalah peradaban. Lebih dari itu melalui ketiganya (akal, jasmani, rohani) manusia dapat membuat perubahan di berbagai bidang sesuai dengan perjalanan waktu yang dilaluinya sebagai upaya penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Aspek inilah yang menjadi pembeda antara manusia dengan mahluk lainnya dalam hal kemampuannya beradaptasi dengan alam. Peradaban hanya dikenal oleh manusia, sedangkan mahluk lain melakukan adaptasi dengan perubahan alam melalui proses evolusi jasmaniahnya
Sebagai mahluk pribadi, manusia terus melakukan interaksi dengan sesamanya sebagai jalan mencari pemahaman tentang dirinya, lingkungan dan sarana untuk pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat diperolehnya sendiri. Interaksi itu sudah tercipta sejak manusia masih berada di dalam kandungan ibunya dan terus berkelanjutan sampai dia dilahirkan yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa dengan bentuk interaksi yang semakin komplek dalam mengenal lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut sebagai cikal terbentuknya suatu komunitas sosial yang selanjutnya melahirkan aturan-aturan dan norma yang disepakati bersama untuk mengatur interaksi yang terjadi tersebut. Faktor interaksi, komunitas sosial dan aturannya serta norma yang dijalani manusia tersebut kelak menjadi konsep suatu organisasi dan manajemen yang sebenarnya sudah dikenal sejak dulu.
Sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa konsep dasar keorganisasian dan manajemen bukan merupakan sesuatu yang baru. Beberapa peninggalan bersejarah baik yang berupa bangunan, tulisan atau yang sejenisnya dari beberapa dinasti di seluruh dunia yang dibuat beberapa ribu tahun silam merupakan saksi bisu yang menguatkan pernyataan di atas. Keberadaan dinasti tersebut seolah mengatakan bahwa masyarakat pada saat itu sudah mengenal organisasi yang mengatur segala macam interaksi yang terjadi antar individu dalam masyarakat, sedangkan peninggalan sejarah (misalnya tujuh keajaiban dunia) bisa dikatakan sebagai sebuah maha karya yang tak akan terwujud bila proses pembuatannya tidak menggunakan konsep manajemen yang benar-benar brilian. Tingkat penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan pada saat itu yang masih sangat minim, membuat konsep-konsep manajemen dan organisasi pada era tersebut tidak dapat tertuang dalam konsep yang tersusun secara sistematis sebagai bahan studi banding dengan konsep yang ada sekarang.Seperti telah disebutkan di atas manusia selalu membuat perubahan sebagai wujud penyempurnaan dari apa yang telah dihasilkan sebelumnya termasuk dalam hal organisasi dan manajemen. Manusia mulai menyadari bahwa konsep yang telah
3


dibuatnya tersebut ternyata berimplikasi pada berkurangnya makna eksistensi yang sebenarnya dari manusia itu sendiri. Struktur, hirarki serta aturan-aturan yang diterapkan pada konsep organisasi dan manajemen rupanya telah membuat manusia terperangkap dalam kelas-kelas sosial yang berbeda satu sama lain. Pengertian manusia seutuhnya yang pada dasarnya bebas untuk mengekspresikan diri melalui akal, jiwa dan rohaninya tanpa terkungkung oleh aturan dan hirarki semakin lama semakin kabur dalam kondisi tersebut.
Pengaburan makna eksistensi manusia seutuhnya tidak hanya terjadi pada suatu komunitas tertentu tapi juga semakin meluas pada wilayah yang lebih besar. Era imperialisme, dimana bangsa yang tingkat penguasaan teknologinya lebih tinggi mulai menindas bangsa lain yang sumberdaya alamnya melimpah. Perbedaan kelas dalam masyarakat saat itu sangat jelas terlihat antara kaum penindas dan yang tertindas dalam hal penerimaan hak dan kewajibannya sebagai manusia. Pada era ini dapat dikatakan bahwa kemajuan teknologi banyak dijadikan sebagai ujung tombak dalam proses pembodohan masyarakat yang tertindas dengan mengaburkan nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki. Gambaran sosial ini bahkan berlangsung hingga ratusan tahun sampai manusia menyadari telah terjadi penyimpangan yang berarti pada makna manusia yang seutuhnya.
Pada dekade awal abad 20 keberadaan manusia mulai ditinjau kembali yang salah satu diantaranya melalui Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi, “ Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat dan hanya di situ ia dapat mengembangkan dirinya secara merdeka dan penuh “. Deklarasi tersebut mengisyaratkan bahwa bahwa manusia di dunia menyadari kekeliruan dan penyimpangan yang terjadi pada konsep humanisme selama ini dan perlu segera dikembalikan pada makna yang sesungguhnya.
Keadaan tersebut di atas ternyata mampu membawa pergeseran yang cukup berarti di berbagai hal dan bidang. Konsep-konsep dasar tentang organisasi dan manajemen mulai dikaji ulang, dimana eksistensi manusia dipandang sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Manusia telah dianggap sebagai suatu variabel dalam suatu proses kegiatan yang pendekatannya berbeda dengan variabel-variabel lainnya.
Kemampuan inovasi dari manusia dalam mengembangkan teknologi secara terus menerus ternyata mampu membawanya pada penguasaan teknologi informasi dan komunikasi pada pertengahan abad 20. Saat itulah pertanda mulai tergesernya era industri digantikan oleh era informasi dan komunikasi. Pada era ini interaksi sebagai salah satu faktor utama dalam hubungan antar sesama manusia (manusia sebagai mahluk sosial) semakin jelas peranannya dan cakupannya. Interaksi yang terjadi tidak lagi terbatas pada komunitas tertentu yang sempit tapi sudah meluas antar berbagai wilayah di dunia ini.Perkembangan informasi dan komunikasi yang begitu pesat semakin mempersempit dimensi jarak dan waktu hampir di
4


semua belahan bumi ini. Manusia bisa saling berinteraksi satu sama lain dari segala penjuru dunia negara dalam waktu yang relatif singkat. Berbagai peristiwa yang terjadi dapat disaksikan langsung secara akurat dan cepat dengan ditunjang oleh kecanggihan teknologi yang diciptakannya. Kecenderungan seperti ini ternyata mampu membawa perubahan yang demikian hebatnya pada pola pikir manusia yang pada akhirnya membuat pergeseran pada nilai-nilai dan sistem yang ada di dunia ini.
Bagi manusia era seperti ini merupakan era pencerahan terhadap dirinya sebagai individu karena dapat melakukan pembelajaran dengan saling berinteraksi satu sama lain untuk bebas dalam menentukan pilihannya sendiri. Manusia semakin menyadari bahwa era sekarang bukan jamannya lagi perbudakan dan feodalisme di berbagai aspek kehidupan dimana manusia yang satu bisa menindas yang lainnya yang pada akhirnya hanya akan memunculkan kasta atau klasifikasi tinggi rendahnya kedudukan seseorang dilingkungan dimanapun ia berada.
Perubahan yang terjadi juga membawa dampak pada perubahan sistem pemerintahan di beberapa negara. Runtuhnya negara-nagara Eropa Timur, mulai ditinggalkannya azas komunis dan ambruknya rezim-rezim otoriter, merupakan sebagian bukti sedang berlangsung perubahan yang nyata di dunia ini.
Mulai diterapkannya sistem perdagangan bebas membuat dunia bisnis semakin mengglobal. Persaingan yang muncul sudah demikian ketat karena factor perubahan yang terjadi semakin susah untuk diramalkan. Bagi suatu perusahaan yang ‘market oriented” mulai menyadari bahwa faktor perubahan tersebut merupakan salah satu faktor penentu dalam pengambilan keputusan. Konsep ‘konvensional marketing’ mulai ditinggalkan dan saling berlomba untuk menerapkan ‘modern marketing’ agar dapat bertahan ditengah persainganbisnis yang tidak menentu arah kecenderungannya. Istilah value, change, marketing mix, brand image, satisfaction dan beberapa istilah lainnya mulai menjadi bagian penting yang bergaris merah untukmenjalankan bisnisnya. Konsep tersebut dapat dikatakan mengacu pada ‘customer satisfaction’ yang akhirnya bermuara pada ‘customer relationship’. Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa customer sebagai manusia individu benar-benar dihargai untuk bebas menentukan pilihannya sendiri sesuai dengan kepuasan yang diperoleh.Adanya perubahan yang mendasar pada pola pikir konsumen ini menuntut suatu perusahaan untuk mengalokasikan anggaran biaya demi keperluan penelitian tingkah laku dan keinginan konsumen yang semakin susah ditebak. Produk dan jasa yang dilempar ke pasaran telah mengalami diversivikasi sedemikian rupa dalam suatu “ergonomic packaging” hanya untuk memanjakan konsumen. Tapi apakah semua itu menjamin sebuah perusahaan dapat bertahan ?Pada dasarnya ada dua konsep ‘satisfaction’ yang perlu diterapkan secara seimbang yaitu pelanggan (external satisfaction) dan pekerja (internal satisfaction). Pada kenyataanya sering dijumpai hanya external satisfaction yang
5


diperhatikan oleh perusahaan sedangkan secara internal mendapatkan porsi yang kurang atau bahkan terlupakan. Perusahaan sebagai suatu organisasi kadang tanpa disadari dapat terperangkap dalam
model feodalisme dengan pola manajemen yang kaku dan ortodoks yaitu dengan menempatkan seseorang berdasarkan hirarki struktural. Pola semacam inilah yang sering melahirkan sifat kesewenangan dan arogan yang secara tidak langsung dapat mematikan daya kreatifitas dan inovasi struktur yang berada dibawahnya karena pengambilan keputusan lebih banyak bersifat satu arah. Model manajemen seperti ini boleh dikata akan menghasilkan struktur organisasi atau perusahaan yang sangat rapuh dan gampang roboh. Struktur terbawah yang merupakan “basement” cenderung untuk mempertahankan posisinya masing-masing dari pada membentuk satu rangkaian unit kerja yang solid.
Internal satisfaction erat kaitannya dengan perusahaan sebagai suatu organisasi dimana unsur-unsur penyusunnya adalah sekumpulan manusia yang berbeda satu sama lain, tetapi mempunyai sifat dasar yang relatif sama dipandang dari segi manusia seutuhnya. Pendekatan yang perlu dilakukan dalam proses pemberdayaannya sangat berbeda jauh dengan pengelolaan di bidang teknologi dan infrastruktur. Manusia adalah mahluk yang mempunyai dimensi perasaan, sehingga konsep humanisme sangat penting untk diperhatikan dalam masalah iniKonsep humanisme dalam suatu perusahaan sebagai suatu organisasi dapat dianalogikan sebagai berikut : andaikan semua unsur perusahaan dari berbagai hirarki struktural fungsional berkumpul bersama dalam suatu ruangan, kemudian semua melepaskan seragam dan atribut-atribut fungsional mereka maka akan terlihat suatu pemandangan sekumpulan manusia yang mempunyai kesamaan sifat dasar manusia yang sesungguhnya. Sifat-sifat dasar itulah yang kadang sering terlupakan dalam menjalankan suatu perusahaan. Rasa marah, kecewa, ingin dihargai dan dihormati, rasa ingin tahu, benci, frustasi, putus asa, gembira dan sedih serta sifat-sifat dasar lainnya selalu ada pada diri manusia. Manusia bukanlah robot dan mesin atau seperangkat komputer yang selalu setia dalam menjalankan perintah dan selalu siap untuk diisi program kerja tanpa pernah berkeluh kesah. Seperangkat teknologi lebih mudah dikendalikan dan dikontrol, sedangkan manusia dengan sifat-sifat dasarnya hanya dapat dikendalikan dan dikontrol oleh dirinya sendiri dengan dukungan dan perhatian dari lingkungan di sekitarnya. Produktifitas manusia dapat bersifat naik turun tergantung sejauh mana sentuhan humaniora tersebut diterapkan.Suatu manajemen yang mengacu pada hasil tanpa memperhatikan prinsip humanisme akan mengakibatkan pengeksploitasian manusia semata yang melahirkan ‘robot-robot bernyawa’ yang dipacu untuk menghasilkan produk semaksimal mungkin. Nilai-nilai antara hak dan kewajiban individu akan terlihat sangat timpang. Prinsip yang banyak digunakan dalam mengelola sumberdaya manusia adalah pekerja yang membutuhkan perusahaan bukan hubungan yang timbal balik yang saling menguntungkan keduanya, sehingga faktor kepuasan pekerja jarang sekali diperhatikan.
6

Dalam suatu manajemen perusahaan terdapat unsur-unsur penyusun yang terdiri atas sumberdaya manusia yang diharapkan dapat bekerja sama satu sama lain. Kenyataan ini menunjukkan bahwa proses yang berjalan dalam suatu manajemen akan lebih banyak melibatkan faktor emosi dan kejiwaan seseorang. Faktor ini bisa dianggap sebagai suatu variabel yang bersifat fluktuatif tergantung dari pribadi dan lngkungan dimana suatu individu berada, sehingga dapat dikatakan bahwa suatu perusahaan sebenarnya mempunyai nyawa dan jiwa. Nyawa yang menentukan mati hidupnya suatu perusahaan akan sangat tergantung dari kemampuan individu sebagai unsur penyusun untuk bertahan dalam menghadapi persaingan. Jiwa erat sekali hubungannya dengan faktor psikologis dari individu di dalamnya. Suatu perusahaan akan dapat bertahan jika jiwanya terjaga dalam kestabilan, sehingga hal yang mutlak diperhatikan adalah faktor kejiwaan dari masing-masing individu di dalamnya. Hal ini akan dapat diraih jika semua komponen secara individu (internal) dapat terpuaskan. Tidak seimbangnya nilai kepuasan tersebut akan membuat suatu perusahaan mudah roboh karena rapuhnya pondasi yang menopangnya. Sudah selayaknya suatu perusahaan pada era globalisasi ini mulai memberikan sentuhan humaniora dalam menerapkan manajemennya agar perusahaan tersebut dapat terasa hidup dengan nyawa dan jiwa dari individu yang berada di dalamnya.

V. KESIMPULAN
Tidak bisa kita mengelak bahwa kunci dari kehidupan kita sebagai manusia adalah jasmani, rohani, dan akal yang baik, ketiganya adalah faktor utama dalam kehidupan kita, tidak mungkin kita bisa melakukan pekerjaan tanpa akal dan fisik yang sehat, dan apa kata orang jika kita tidak memeluk suatu agama sebagai landasan kehidupan kita? Dapat anda bayangkan sendiri bagaimana kacaunya jika seperti itu. Marilah mulai dari sekarang kita meningkatkan faktor-faktor tersebut agar kehidupan kita lebih baik.

VI. DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id/








7